EPILEPSI kata yang baru saja saya
dengar, dokter Hendro kuswanto di klinik BTH. Dimana iktiarku dimulai dari
sini. Di usia ku yang sebulan lagi akan menginjak 25 tahun ini. Konsultasi
bersama beliau cukup panjang sore itu. Bukan karena sekali atau dua kali saya
di datang kesana tetapi juga sudaj beberapa dokter saya coba konsultasikan apa
yang menyebabkan saya bisa menjadi seperti ini.
Memang dari kecil saya beberapa
kali pernah tak sadarkan diri, begitu pula ketika di SMP saya begitu menjadi
orang yang paling tertekan, karena pembullian yang tanpa henti hentinya terjadi
serta kisah bahagiaku ketika di SMK. Lalu ketika di Universitas. Insensitas
kesehatan ku mulai terasa. Obat dan obat ketika kuliah karena kolestrol dan
sempat diet ketat yang di rasa mungkin mejadi sebab datangnya epilepsi ini.
Tapi kenapa harus di usia ke 25
tahun ini, dimana terjadi ketika saya mulai merasakan nyaman dan harapan yang
besar akan karir dan cinta. Sembilan januari 2017 masuk ke lingkungan yang
sungguh luar biasa bagi saya, harapan dan cita cita setinggi langit saya
bentangkan. Dukungan dan teman teman yang luar biasa saya rasa serta hangatnya
cinta yang pernah saya rasa. Tak tahu rasanya bagaimana seperti burung yang
terkena tembakan sang pemburu. Persahabatan, pertemanan, dan rasanya ada
harapan jalinan kasih yang terpendam hancur jatuh terkapar. Tak ada lagi
harapan yang tersisa. Itu yang saya rasa sejak, dokter hendro merujuk saya ke
spesialis sarap dan bertemu dokter Handi ketika itu.
Masih ingat dalam lerung apa yang
dokter Handi ungkapkan ketika 18 oktober 2017 saya memulai pengobatan epilepsi
saya. “kamu harus berobat selama dua tahun kalau hilang berarti sembuh kalau
setelah dua tahun tidak sembuh selamannya kamu begini, harus di terapi, mau
nikah harus ngomong, bukan bawa surat undangan, mau punya anak juga harus
ngomong, sekarang saya liat dulu di ST SCAN gimana dimana Epilepsinya. ”.
Mulai saat itulah harapan, cinta
dan kebahagiaan diri mulai hilang. Ditambah rasa kecewa dan rasa bodohnya diri
ini karena berharap kepada manusia. Bukan karena penyakit ini datang namun
karena saya ditinggalkan oleh orang orang yang menurut saya akan terus bersama
sama. Ternyata satu persatu meninggalkan dan tidak lagi hangat. Hingga perlahan lahan saya mundur mencoba
menjelasakan kondisi saya mereka belum paham. Tingkat emosi dan respon tanggap
saya yang membuat mereka kecewa dan saya pun benar benar jatuh. Saya tak tahu
mengapa. Hingga saya memutuskan diri untuk tidak lagi memberi ruang pada
siapapun dan memfokuskan diri pada diri sendiri selama masa pengobatan ini.
Obat pertama yang saya terima
depakote 500mg sehari dua kali. Tiap satu butir seharga Rp. 26.000 kali dua
saya sehari habis Rp. 52.000. Tidak sebanding dengan honor saya hingga saya pun
masih meminta ke mamah sembelum pakai BPJS. Begitu banyak hal yang saya temui
pada epilepsi ini. Epilepsi tipe yang bukan seperti orang biasanya. Tak
berbuih. Awalnya epilepsi absens menurut diagnosa dokter hingga saat ini terus
terus dan terus bertambah.
Berbanding terbalik dengan relasi
dan persahabatan, semakin kesini semakin menipis semakin mundur dan menjauh,
sembari memberikan pemahaman bahwa ini yang terjadi kepada saya. Namun satu hal
yang tidak menjadi patah adalah semangat saya untuk belajar dan mengajar.
Terutama di bidang saya. Pendidikan matematika.